Cahaya mentari pagi mulai
menembus tirai-tirai tipis di kamarku. Cahayanya mulai menerangi sudut-sudut
kecil di kamarku. Kehangatannya memberikan kenyamanan tersendiri bagiku. Aku
pun mulai terbangun dari tidurku yang indah.
Tak lupa aku melakukan
rutinitasku disetiap bangun tidur. Memandang sebuah gambar diri yang menempel
di dinding kamarku. Fotoku bersama dengan seorang sahabat karibku. Aku selalu
ingin tertawa jika melihat foto itu.
Karena, tiap aku pandang foto
itu aku selalu teringat akan kejadian lucu ketika kami mengambil foto itu. Foto
itu kami ambil sekitar tiga bulan lalu di rumah Tya. Sahabatku yang ada dalam
foto itu.
Aku sudah mengenalnya
sejak kelas 7 SMP dan pernah sekelas ketika kelas 8. Entah sejak kapan
persahabatan kami ini dimulai. Yang jelas, takdirlah yang mempertemukanku
dengan sahabat sebaik dia.
Tiba-tiba saja pandanganku
beralih pada kalender kecil yang ada di meja belajarku. Mataku terus memlototi
kalender itu. “Ternyata hari yang aku tunggu adalah besok. Momen erharga yang
terjadi sekali seumur hidupku ini tak akan aku sia-siakan. Sweet seventeen itu
terjadi sekali seumur hidup.” Ucapku lirih dalam hati.
*****
“Wah, kayaknya besok ada
yang mau basah-basahan nih.” Ucap Titi kakak perempuanku ketika kami sekeluarga
berkumpul menonton acara televisi.
“Oh iya Kak, besok itu kan
15 Desember, jadi besok ada yang harus kena siram nih.” Sahut Baim adikku.
“Ih apaan sih. Besok itu
nggak bakalan ada acara begituan.” Ucapku ketus.
“Eh, nggak cuma disiram
pake air, sekalian aja kita timpukin pake telur busuk. Tuh di kandang ayam
banyak telur busuk.” Ucap Alex kakak laki-lakiku yang tak mau kalah.
“Loh-loh kok jadi tambah
ngaco gitu sih.” Protesku.
“Nah tuh. Kak Aya jadi
tambah marah tuh.” Goda Baim yang lantas tertawa.
“Eh kalian jangan ribut
terus. Di rumah kerjaannya ribut aja.” Lerai ibuku.
“Iya kalian jangan ribut
terus. Acaranya jadi nggak kedengeran.” Imbuh ayahku.
“Ehm, ya udah aku tidur
aja. Lagian juga udah malem.” Ucapku yang lantas pergi menuju kamar.
Di kamar, aku mulai
gelisah menanti hari esok. Aku berharap apa yang dikatan oleh saudara-saudaraku
tadi hanya bercanda seperti yang biasanya. Aku tak bisa membayangkan jika semua
itu benar-benar terjadi padaku.
Kini aku mulai mencoba
untuk tetap terjaga. Tapi entah mengapa, kelopak mataku ini tidak bisa untuk
diajak kompromi. Semakin aku tahan, semakin kuat perlawanan kelopak mata ini
untuk menutup. Dan pada akhirnya, aku terkalahkan oleh rasa kantukku.
Aku sudah terlelap dalam
tidurku. Padahal aku ingin sekali bisa tetap terjaga sampai tengah malam nanti.
Aku ingin sekali melewati malam pergantian umurku. Tapi tak apalah. Aku tadi
sudah menyetel alarm tepat tengah malam. Berharap bisa membangunkanku seperti
keinginanku.
*****
Aku terbangun ketika
cahaya mentari mengenai wajahku. Sekarang sudah pagi rupanya. Pagi dimana aku
mempunyai usia baru.
“Apa? Ini sudah pagi?
Alarm sialan. Kenapa nggak bisa bangunin aku di tengah malam. Jadi
kesiangankan. Tapi sudalah. Ini hari spesialku. Jadi, aku nggak boleh
marah-marah.”
Aku pun mulai merenungi
perjalanan hidupku. Tanpa terasa sudah 17 tahun aku mangarungi lautan
kehidupan. Banyak hal sudah aku peroleh selama 17 tahun ini. Aku sudah
menemukan sedikit ilmu, pengetahuan, pengalaman. Aku juga sudah memiliki
keluarga yang menyayangiku, sahabat yang selalu ada untukku, dan tak
tertinggal, teman-teman yang selalu menghiburku.
Namun, dalam 17 tahun ini
aku belum bisa melakukan apapun. Aku belum bisa membuat kedua orang tuaku
tersenyum bangga padaku. Impianku untuk membahagiakan kedua orang tuaku belum
terwujud.
Selama 17 tahun ini,
mereka telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang, penuh nilai-nilai
kehidupan, mereka juga telah mengajarkan banyak hal padaku. Mereka adalah
pahlawan dalam hidupku. Tanpa adanya mereka, aku tak akan bisa ada di dunia
ini. Aku tak bisa melihat keindahan dunia.
Jasa mereka sungguh besar
bagiku. Aku tau, apapun yang aku lakukan, apapun yang aku berikan pada mereka
takkan pernah sebanding dengan pengorbanan mereka. Bahkan, semua uang yang ada
di dunia ini tak bisa membayar jasa mereka kepadaku.
Untuk itu, aku membulatkan tekatku utuk bisa
membahagiakan orang tuaku. Bagaimanapun caranya, aku ingin melihat mereka
tersenyum bangga padaku. Walaupun hanya sekali, aku ingin melakukan itu. Ini
adalah impian terbesarku yang harus segara aku capai.
*****
“Kenapa sekolah bisa
sesepih ini. Mentang-mentang UAS sudah selesai dan yang jelas di sekolah nggak
ada pelajaran, semua bisa seenaknya bolos sekolah. Kalo nggak karna pengen
dapet uang saku dan ketemu temen-temen yang sama gilanya sepertiku pasti aku
juga nggak masuk sekolah.” Ucapku ketika memasuki area sekolah.
Seperti biasa, kalo UAS
sudah selesai pasti sekolahku akan mengadakan classmeeting. Semacam perlombaan
antar kelas. Yang dilombakan cukup banyak memang. Dari futsal, volly, debate
bahasa Inggris, lomba klompen, paduan suara, sampe yang namanya drama parodi
ada.
Tapi, aku tak seberapa
suka jika ada classmeeting. Pasalnya, banyak anak yang nggak mau kompak
walaupun itu demi kelasnya sendiri. Liat aja, hari ini kelasku giliran tampil
lomba paduan suara. Tapi, perwakilan yang sudah ditunjuk nggak masuk sekolah.
Alhasil tim paduan suara
dadakan dari kelasku tampil dengan sangat kacau. Semua jadi berantakan,
memalukan. Tak seperti latihan-latihan kemarin yang terlihat bagus. Aku sampai
tak kuasa melihatnya. Tapi sudahlah. Memang dasarnya mereka sulit diatur.
Suasana sekolah yang
seperti ini membuatku bosan. Aku memutuskan untuk segera pergi dari tempat
mengerikan ini. “Wati, pulang yuk.” Ucapku pada seorang temanku.
“Ok. Kita pulang. Kamu
duluan aja, tunggu aku di depan kelas.” Jawab Wati santai.
Aku pun menurutinya. Aku
mulai berjalan dan berdiri mematung di depan ruang kelas. Disaat-saat seperti
ini aku jadi gelisah. Aku berharap teman-temanku tak melakukan ritual rutin
yang dilakukan pada anak yang sedang ulang tahun. Yaitu, memasukkan ke kolam
ikan sekolah.
Kalo kolamnya bersih sih
nggak papa. Aku malah akan menyerahkan diriku untuk mereka ceburkan. Tapi ini,
mengerikkan. Kolamnya kotor, bau, berlumut, terkadang ada bangkai ikan
mengambang. Dan warna airnya itu, hijau tua dengan penuh lumut di dinding
kolam. Aku tak sudi jika masuk ke kolam seperti itu.
Di tengah penantianku,
datang beberapa temanku. Mereka mendekatiku dan langsung memegang tangan dan
kakiku. Sepertinya mereka akan melakukan hal yang sedari tadi aku pikirkan.
Menceburkanku ke kolam sekolah.
“Eh kalian mau apa?”
ucapku.
“Kamu kan hari ini ulang
tahun, sudah sepantasnya kalo kami menceburkanmu ke kolam sekolah.” Jawab Lia
santai.
“Coba saja kalo bisa.”
Ucapku santai.
Disaat seperti ini, aku
mulai menunjukkan sisi laki-lakiku. Oh maaf maksudku ketomboyanku. Tanganku
memegang pot bunga yang ada di dekatku. Disosisi setengah terlentang seperti
ini, aku mencoba melepaskan kakiku dari genggaman teman-temanku.
Tanpa melihatnya, aku
menendang-nendang tak karuan. Sempat aku dengar ada yang merintih kesakitan.
Tapi, aku tak menghiraukan hal itu. Yang penting aku bisa selamat. Jika aku
dalam posisi seperti ini, aku bisa lebih kejam dari seorang preman.
Dan setelah berjuang
mati-matian melawan algojo yang siap menceburkanku ke kolam sekolah, aku
memenangkan pertarungan ini. Aku bisa terbebas dari cengkraman mereka.
“Udah aku bilanginkan.
Kalian nggak akan bisa menceburkanku ke kolam. Berapa pun banyaknya kalian, aku
akan tetap melawan.” Ucapku sedikit menyobong. Setelah berucap demikian, aku
menjaga jarak dari teman-temanku. Takut-takut nanti mereka melakukan serangan
susulan.
Hari melelahkan disekolah
telah usai. Kini aku harus menyiapkan mentalku untuk diuji di rumah. Aku masih
terus berharap perkataan saudara-saudaraku kemarin malam itu hanya bercanda.
*****
Sebuah panggilan masuk
dari Ofa ketika aku sedang menonon sebuah film India disebuah stasiun televisi
swasta. “Ada angin apa yang membuat Ofa menelfonku.” Tanpa berfikir panajang,
aku jawab telefon itu.
“Assalamuaikum. Halo Aya?”
ucap Ofa dalam telfon.
“Waalaikumsalam. Iya Fa
ada apa?”
“Bisa bantu aku nggak?”
“Apa?”
“Aku lagi ama Abangku.
Motor kami kehabisan bensin di jalan sawah deket rumah kamu. Kamu tau nggak
orang jualan bensin eceran di sekitar sini? Atau kalo nggak kamu bawain bensin
kesini?” jelas Ofa.
Seakan terhipnotis dengan
kata-kata Ofa, aku menyetujuinya. “Hemb. Baiklah di jalan sawah ya. Ok. Bentar
lagi aku kesitu. Aku ambil kunci motor dulu.”
Tak selang beberapa lama,
aku sudah berada di depan rumah. Membeli sebotol bensin dari tetanggaku. Motor
aku pacu menuju arah yang dimaksudkan Ofa tadi. Dalam perjalanan aku mulai
berfikir.
“Bukannya di dekat jalan
sawah yang dimaksud Ofa tadi ada perkampungan ya? Di perkampungan pastinya ada
yang jualan bensin. Kenapa nggak tanya aja ke orang dimana tempat jualan
bensin. Kenapa harus aku coba? Apa aku sedang ditipu? Ah sudahlah optimis aja.
Kan kasihan juga kalo ini beneran.” Ucapku dalam hati.
Jarakku semakin dekat
dengan sawah yang dimaksud Ofa. Setelah sampai, aku berhenti di bawah pohon
mangga. Sejauh mataku memandang, aku tak melighat ada orang yang berhenti di
pinggir jalan.
Malah sekarang aku jadi
sorotan para pengguna jalan yang melintas. “Apa aku memang benar-benar
dibodohi? Kan nggak lucu kalo aku memang benar-benar dibodohi. Terus Ofa sama
Tya bersembunyi disemak-semak dan nyiram aku pake air atau tepung.” Tanyaku
pada diriku sendiri.
Aku sekarang jadi ingat.
Kemarin, waktu SMSan ama Tya entah mengapa tiba-tiba dia tanya jalan menuju
rumahku. Dia pernah sih ke rumahku. Tapi itu cuma sekali waktu kelas 8. Dan dia
bilang lupa jalan menuju rumahku.
Tapi sudalah tetap optimis
mencari Ofa. Aku mengirim sebuah SMS padanya. “Kamu sekarang dimana?” selang
beberapa saat, Ofa membalas.
“Kira-kira dimana ada
orang jualan bensin? Aku mau nyoba kesana aja. Maaf Aya udah ngrepotin kamu. L”
jawab Ofa dalam SMS.
Tanpa berfikir panjang,
aku pun menelefonnya.
“Assalamuaikum. Ofa kamu
dimana?” ucapku dalam telefon.
“Waalaikumsalam.”
“Sekarang aku udah di
sawah yang kamu maksudkan tadi?”
“Jadi kamu udah di sawah?
Udah bawa bensinnya juga?”
“Iya ini. bensin udah di
tangan sekarang kamu dimana?”
“Tapi kamu kok belum
keliatan. Sebentar ya.” Setelah berucap demikian Ofa mematikan telfonnya.
Sekarang aku seperti orang
yang nggak jelas. Mondar mandir naik motor sambil bawa sebotol bensin. Jalan
sawah ini sudah aku susuri dari ujung ke ujung. Tapi, hasilnya nihil. Beberapa
kali aku SMS dia menanyakan posisinya. Tapi, tak ada balasan yang masuk.
Dalam posisi demikian aku
jadi khawatir dengan keadaan Ofa. Kalo emang dia udah dapet bensin kenapa nggak
bilang aja ke aku kalo udah dapet. Supaya aku berhenti mengkhawairkannya.
Entah sudah berapa kali
aku menyusuri jalanan ini. dan tetap, aku menjadi pusat perhatian para pengguna
jalan. Betapa malunya aku. Aku hampir saja emosi dalam penantianku.
Dan tiba-tiba aku
dikejutkan dengan sebuah SMS masuk. “Aku harap ini dari Ofa. Aku udah capek
nunggu lama kayak gini.” Ucapku dalam hati ketika aku membuka SMS itu. Dan
ternyata itu bukan Ofa. Melainkan Tya. Dia hanya berkata “sore”.
Beberapa saat setelah aku
membalas SMS Tya, sebuah panggilan masuk dari Ayahku. Wah kelihatannya aku
harus pulang sekarang. Mungkin Ofa sudah mendapatkan apa yang dia butuhkan. Dan
sekarang saatnya aku pulang.
Dalam perjalanan pulang,
aku sempat berfikir. Jika dirumah nanti, aku melihat ada Ofa dan Tya sudah
menunggu kedatanganku. Pasti aku akan sangat marah pada Ofa karena dia sudah
mempermalukanku hari ini.
Di depan rumahku terpakir
sebuah motor yang asing bagiku. Setelah aku turun dari motorku, aku menuangkan
bensin yang sedari tadi menemaniku berkeliling. Lebih baik untuk mengisi
motorku sendiri. Toh bensinku juga limit.
“Dari mana aja kamu?” ucap
kak Titi.
“Ehm. Tadi ada temenku
yang kehabisan bensin. Terus minta tolong aku untuk bawain bensin.”
“Loh terus kenapa
bensinnya kok kamu tuang ke motor kamu sendiri?”
“Aku udah nunggu lama tapi
dianya nggak ada. Ya udah aku tinggal pulang. Mungkin dia udah dapet bensin
kali. Eh motor siapa itu Kak?”
“Tamu.”
“Oh tamu yang tadi ya?”
ketika aku pergi tadi, memang di rumahku sedang ada tamu. Jadi kecurigaanku
terhadap Ofa dan Tya sirna sudah.
“Ayah nyariin kamu tuh.
Masuknya lewat pintu samping aja.”
“Ok. Kalo gitu balikin
botol bensinnya.” Ucapku yang lantas pergi meninggalkan kakakku.
Hemb. Ternyata nggak ada
kejutan untukku hari ini. Semua baik-baik saja. Semua berubah ketika aku sudah
menemui ayahku. Aku tak menyangka akan seperti ini.
“Ada apa Yah?” ucapku
ketika menemui ayahku.
“Ada tamu untuk kamu.”
Jawab ayahku sambil menujuk ke arah ruang tamu.
Aku lihat siapa yang sudah
menantiku disana. Aku tak menyangka akan mendapatkan kejutan seperti ini. Ofa
dan Tya sudah berada di rumahku. Mereka telah membuat sebuah kejutan untukku.
Dan entah mengapa rasa jengkelku tadi telah sirna. Aku terharu dengan ini
semua.
Belakangan baru aku sadari
kalau alasan kehabisan bensin adalah salah satu cara untuk mengusirku dari
rumah. Ini semua rencana dari kedua kawanku Ofa dan Tya. Sungguh hari yang
menakjubkan yang pernah aku alami.
Kalian berhasil kawan.
Kalian berhasil mengerjai aku hingga aku terlihat seperti orang bodoh. Yang
berkeliling tanpa arah, jadi sorotan pengguna jalan karena bensin yang aku
bawa. Hebatnya lagi aku kurang cepat menyadari hal ini. Padahal banyak hal yang
mencurigakan dari kalian tadi.
*****
Malam ini aku kembali
termenung di balkon rumahku memandangi langit gelap. Langit menjadi lebih indah
dengan hiasan gemerlap bintang-bintang. Terlebih lagi ada cahaya rembulan yang
sungguh indah.
Entah mengapa aku senang
sekali jika memandangi rembulan. Cahaya rembulan di malam gelap selalu
memberikan kenyamanan tersendiri untukku. Setiap memandangnya hati ini terasa
tenang, damai, beban seperti hilang.
Aku tak menyaka hari ini
aku bisa sebahagia ini. Aku udah terhindar dari kolam mengerikkan milik
sekolah. Dan yang paling menyenangkan adalah saudara-saudaraku tak
bersungguh-sunguh dengan kata-katanya.
Terlebih lagi dengan
adanya kejutan dari dua kawan baikku. Tya dan Ofa. Mereka telah memberiku
kenangan yang tak terlupakan. Dan semua kejadian yang ada pada hari ini akan
selalu aku ingat. Dan akan aku ukir di dalam lubuk hatiku.
Dan setelah hari ini, aku
pasti akan menjalani hari-hari yang indah. Hari-hari baru yang penuh mimpi yang
harus aku wujudkan. Dan aku akan melakukan hal yang dikatakan Bondan dalam
lagunya, “It’s our time to make a history.” Aku akan membuat kenangan baru
bersama kawan-kawanku diusia baruku.
*****
Seminggu setelah ulang
tahunku, dan hari ini bertepatan dengan hari ibu. Aku kembali mendapat kejutan
yang indah. Kali ini bukan dari keluargaku, sahabatku ataupun teman-temanku.
Kejutan ini berasal dari
perjuanganku selama 6 bulan terakhir. Hari ini raportku dibagi. Sempat hati ini
merasa dag dig dug menanti raport. Sebelum raport dibagi, beberapa temanku
memaksa wali kelas kami untuk membocorkan peringkat yang ada di kelas.
Dan yang mengejutkan
bagiku adalah aku berhasil meraih peringkat pertama di kelas. Bukan itu saja
yang mengejutkan bagiku. Ketika raport dibagi, aku mengetahui bahwa aku
berhasil meraih peringkat satu paralel dari seluruh kelas XI IPS. Sebuah
kebanggan untukku.
Ini aku persembahkan untuk
kedua orang tuaku. Dan terutama untuk ibuku. Ibu, ini kado kecil dariku di hari
ibu. Semoga ibu senang menerimanaya. Aku senang sekali. Ketika dirumah, aku
bisa melihat mereka tersenyum bangga padaku.
Impian terbesarku telah
tercapai. Setelah ini, aku kan terus berusaha untuk tetap bisa mempertahankan
yang sudah aku raih dan aku akan tetap berusaha untuk membahagiakan kedua orang
tuaku. Hari-hari yang indah di usia 17..................................
THE END